Saya berhenti mengucapkan kata-kata yang menarik seperti 'gila' apa yang saya temukan

Saya berhenti mengucapkan kata-kata yang menarik seperti 'gila' apa yang saya temukan

Perpolahan ini memiliki implikasi seumur hidup di luar pengaturan klinis. Penyandang disabilitas dibayar lebih sedikit, memiliki lebih sedikit akses ke pendidikan tinggi, lebih mungkin dibunuh oleh polisi, dan sering dipandang sebagai kewajiban sosial yang menguras sumber daya. Kata -kata yang kita gunakan berdampak pada bagaimana kita memandang dunia di sekitar kita, dan kita membantu menormalkan penindasan sistemik dengan kekejaman biasa dari bahasa kita sehari -hari.

Secara teratur, saya menggunakan kata -kata seperti "gila," "bodoh," "histeris," "idiot" untuk menggambarkan diri saya sendiri. Terapis saya sering menunjukkan seberapa sering saya menggunakannya untuk meremehkan diri sendiri. Dan mereka bekerja, berkali-kali: bagaimana saya berbicara kepada dan tentang diri saya adalah tindakan sabotase diri dan cara untuk membubuhkan kesalahan pada diri saya sendiri ketika ada yang salah. Memutuskan untuk menghapus bahasa yang mudah dari kosakata saya membuat saya menyadari betapa tidak baiknya saya pada diri saya dan orang lain-dan betapa perlu bagi kita semua untuk berhenti.

Saya secara aktif bekerja untuk menghapus bahasa yang kuat dari kosakata saya, dan saya tidak selalu berhasil. Sangat mudah untuk mengabaikan sesuatu atau seseorang (bahkan diri saya) sebagai "gila" atau "gila," terutama ketika orang lain melakukan hal yang sama sehingga bebas dengan bebas. Bahkan beberapa teman saya yang paling perhatian, empatik, inklusif akan menggunakannya sesekali, dan meminta mereka untuk mengevaluasi kembali pilihan kata mereka dapat membuat gesekan. Tetapi setiap bit kecil membantu, dan percakapan tentang bahasa sangat penting untuk menggerakkan kita untuk menjadi masyarakat yang lebih pengertian, penuh kasih, dan inklusif. Karena pada akhirnya, menggunakan kata -kata ini begitu sembarangan hanya menciptakan lebih banyak rasa sakit, informasi yang salah, dan penderitaan yang tidak perlu ada ketika tindakan sekadar hidup sudah begitu rumit.

Pengalaman saya membatasi pemahaman saya tentang rasa sakit dan rasa sakit yang disebabkan oleh bahasa yang mampu-my disabilitas adalah mental, bukan fisik, dan sesuatu yang sering saya sembunyikan. Orang lain tidak dapat menghilangkan kecacatan mereka, dan yang lebih penting, tidak ada yang perlu melakukannya. Tidak ada yang harus menyembunyikan siapa mereka harus menghindari stigma, rasa malu, dan marginalisasi hanya karena bias medis dan sosial tertanam dalam pemikiran individu. Mengubah bahasa saya tidak akan membatalkan hambatan sistemik yang kita hadapi disabilitas, tetapi ini adalah awal menuju dunia yang lebih aman dan lebih adil.